Lembaga kemahasiswaan yang ada di suatu Perguruan Tinggi, biasanya telah memprogramkan kegiatan ospek ini jauh hari sebelumnya, kemudian program tersebut dimasukan dalam program kaderisasi mahasiswa. Ospek memang telah dilarang melalui dikeluarkannya SK Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep 2000, namun yang dilarang adalah unsur perploncoannya. Masa orientasi pengenalan kampus sangatlah penting bagi mahasiswa baru itu sendiri, sehingga kegiatan tersebut tidak bisa dihapuskan secara keseluruhan dan harus dipertahankan dengan membuang unsur perpeloncoan yang ada di dalamnya. (Ikhsan: 2006)


Tanpa adanya ospek, maka seorang mahasiswa baru akan sulit untuk mengikuti perkuliahan, mereka tidak akan mengetahui ruang lingkup ilmu yang akan dipelajarinya. Mahasiswa baru, harus diperkenalkan dengan sistem belajar, sistem evaluasi, dan sistem penilaian yang diterapkan di perguruan tinggi. Maka, ospek dapat membantu mahasiswa baru untuk berinteraksi dengan civitas academika yang ada di kampusnya, baik dengan sesama mahasiswa, dosen, maupun para karyawan yang akan selalu ditemuinya selama menjadi mahasiswa.

Tanpa adanya ospek, maka seorang mahasiswa baru akan sulit untuk mengikuti perkuliahan, mereka tidak akan mengetahui ruang lingkup ilmu yang akan dipelajarinya. Mahasiswa baru, harus diperkenalkan dengan sistem belajar, sistem evaluasi, dan sistem penilaian yang diterapkan di perguruan tinggi. Maka, ospek dapat membantu mahasiswa baru untuk berinteraksi dengan civitas academika yang ada di kampusnya, baik dengan sesama mahasiswa, dosen, maupun para karyawan yang akan selalu ditemuinya selama menjadi mahasiswa.Dalam suatu perguruan tinggi, tidak jarang masih terdapat beberapa golongan yang masih menginginkan adanya tindak perploncoan yang kebanyakan datang dari para senior mahasiswa. Sementara kepanitiaan dalam kegiatan ospek harus bersih dari berbagai kepentingan negatif. Perlu diakui, sejumlah pihak masih memiliki interpretasi yang berbeda dalam memandang kegiatan ospek. Perbedaan interpretasi ini, seharusnya dapat dicegah sebelum terbentuknya kepanitiaan dengan cara mengajak semua pihak untuk duduk bersama menemukan konsep yang terbaik. Masuknya berbagai kepentingan negatif dalam suatu kepanitiaan akan menyebabkan timbulnya penyelewengan. Mahasiswa baru akan terancam mendapat perlakuan tidak baik yang mengarah pada tindak kekerasan. Kontak fisik yang terjadi sering kali berakhir dengan kematian. Hal ini menjadi fenomena yang sangat mengerikan, karena pada kenyataannya dalam ospek setiap tahunnya terdapat korban jiwa.

Jika sekadar memberi orientasi pengenalan kampus kepada mahasiswa baru, banyak cara yang berbau intelek yang dapat dilakukan. Tetapi, tampaknya, aktivitas ospek masih menonjolkan eksploitasi fisik dan mental. Bahkan, tidak sedikit mahasiswa yang tiap tahunnya menjadi korban dari warisan kolonial yang tetap dipertahankan dalam dunia pendidikan kita. Lalu, bagaimanakah tahun ini? Sangat disayangkan jika mahasiswa yang seharusnya mengedepankan intelektualitas, daya nalar, serta berpikir kritis melakukan tindakan yang tidak sepatutnya. Sebenarnya, masih banyak cara yang bisa ditempuh tanpa mengandalkan kekerasan fisik dan mental, melainkan dengan menonjolkan kegiatan yang mampu merangsang segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. (Ferry: 2004)

Masih menurut Ferry, Ospek -yang pada awalnya digagas sebagai inisiasi mahasiswa baru yang intinya memperkenalkan sistem pendidikan tinggi, cara belajar mandiri, serta ciri khas masing-masing perguruan tinggi- ternyata rawan kekerasan. Segala tindakan yang memberikan efek negatif terhadap fisik ataupun mental dapat dimasukkan dalam kekerasan. Perintah dari senior yang terkadang aneh dan tidak mendidik sering kali menjadi bumbu pelaksanaan ospek. Semakin aneh tugas yang diberikan, mereka semakin dianggap kreatif. Hal itulah yang rawan sekali terjadi pada ospek, mulai dari hukuman fisik sampai keluarnya kata-kata yang tidak patut.

Kekerasan yang terjadi pada lingkungan akademik merefleksikan tidak arifnya civitas akademika mencitrakan dirinya. Lalu, apa perbedaan preman dengan mahasiswa? Mahasiswa sering kali menentang perilaku kekerasan yang merupakan cara-cara yang biasanya dilakukan militer. Tetapi, tampaknya, mahasiswa sendiri terjebak dalam karakter militeristik tersebut. Tampaknya, kekerasan pada ospek sangatlah sulit dihindari karena munculnya perilaku kekerasan itu sangatlah situasional.

Tidak ada komentar: