Imam Mahmudi
Mantan Ketua Umum HMI Komisariat YAI

JUMAT, 18 Desember 2009 ini bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1431 Hijriyah. Meskipun pemerintah telah menetapkan 1 Muharram sebagai hari libur (hari besar), sama seperti hari-hari besar Islam lainnya, sebagian besar masyarakat termasuk umat Islam belum mengetahuinya. Karena masyarakat hanya menyambut dan merayakan Tahun baru Masehi (Miladiyah). Demikian pula masyarakat belum terbiasa mencantumkan penanggalan Hijriyah jika menulis surat atau membuat undangan. Baru ada beberapa ormas Islam yang telah menyertakan penanggalan Hijriyah selain penanggalan Miladiyah.




Padahal jika umat Islam mengetahui dan mengingat serta menghayati peristiwa Hijrah Rasul yang dijadikan awal dari penanggalan Tahun Baru Islam maka tak sedikit nilai-nilai historis dan psikologis dalam peristiwa itu. Peristiwa Hijrah Rasul dari Mekkah ke Yastrib adalah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan Islam. Kota Madinah yang dijadikan sasaran hijrah (pindah) Rasulullah SAW bersama sahabat dan umat Islam lainnya telah memancarkan cahaya yang gemilang bagi kebangkitan dan kejayaan Islam di kemudian hari. Itulah sebabnya kota yang dulu bernama Yastrib itu dijuluki Madinatul Munawwaroh yakni kota yang memancarkan cahaya pengharapan.

Begitu pentingnya peristiwa Hijrah Rasul ini, Khalifah Umar bin Khattab setelah bermusyawarah dengan para stafnya menetapkannya sebagai awal Tahun Baru Islam yang disebut Tahun Hijriyah. Dalam musyawarah antara Khalifah Umar dan stafnya yang berlangsung alot itu ada empat usul cikal bakal awal Tahun Baru Islam. Keeempat usul itu adalah :

n Awal Tahun Baru Islam dihitung dari hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
n Dihitung dari wafatnya Rasulullah SAW.
n Dihitung mula pertama kali Nabi menerima wahyu di Goa Hira.
n Diusulkan mulai dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah.

Setelah mempelajari dan menghayati peristiwa Hijrah Rasul maka ditetapkanlah peristiwa maha penting dalam dunia Islam itu sebagai awal dari penanggalan kalender Islam. Salah satu penyebab ditetapkannya Hijrah Rasul sebagai awal tahun Islam karena peristiwa itu digerakkan cita-cita dan pengharapan akan munculnya zaman kejayaan Islam. Pengarang buku Ensiklopedi Islam menuliskannya dengan “The starting point of the Muhammaden (Islam) era” yang bermakna bintang awal pengembangan umat Muhammad (Islam).

Sementara itu, Prof Muhammad Khair Husein, Rektor Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, dalam kitabnya bertajuk Muhammad Rasulullah Wa Khatamannabiyyin, mengatakan Hijrah Rasul mengandung makna hijrah badaniyah (fisik) dan hijrah qalbiyah (hati). Apabila kita merayakan hari bersejarah itu (maksudnya hari hijrahnya Rasul) maka sesungguhnya yang kita peringati dan kita rayakan suatu hari yang menjadi garis pemisah antara yang hak dengan yang batil.

Menyambut dan merayakan awal Tahun Baru Islam tentu bukan dengan berpesta-pesta atau minuman keras dan begadang semalam suntuk. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kita sebagai umat Islam, umat Muhammad bisa mengenang dan menghayati peristiwa besar itu. Seyogianya kita jadikan 1 Muharram untuk ber-muhasabah (introspeksi), melakukan koreksi diri. Kita hitung-hitung atau evaluasi amal-amal kita selama setahun yang lalu. Apakah kita masih banyak melakukan hal-hal yang batil menurut agama. Jika memang demikian mari sejak sekarang kita tinggalkan.

Semangat dan jiwa dari peristiwa Hijrah Rasul itu hendaknya selalu kita warisi dalam setiap denyut kehidupan sebagai seorang mukmin. Kita harus berani mengatakan yang hak itu adalah hak dan yang batil itu adalah batil. Baik itu dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berorganisasi maupun di tempat kita bekerja. Kita harus berani menghijrahkan hati dari niat atau perasaan tidak baik kepada niat serta perasaan yang baik (ihsan) meski hal demikian terasa berat.

Ketabahan hati Rasulullah SAW beserta sahabat dan kaum muslimin yang begitu prima ketika hijrah harus kita teladani. Kepindahan Nabi Muhammad SAW dari kota kelahirannya Mekkah Al-Mukarramah ke Madinatul Munawwaroh dilakukan Nabi bukan karena takut dengan musuh-musuh Islam, atau karena ancaman kaum Quraisy, tetapi atas perintah Allah SWT demi kejayaan Islam. Jika Rasulullah SAW itu takut tentu tak mungkin beliau bertahan selama 13 tahun di Mekkah menyampaikan Risalah Islam dengan menghadapi berbagai tantangan serta penderitaan yang luar biasa.

Jadi mari kita jadikan momentum awal Tahun Baru Hijriyah untuk bertekad melakukan hijrah dari yang batil kepada yang hak. Tentu semangat hijrah ini masih relevan sampai akhir zaman. Sebagai akhir dari tulisan ini mari kita simak dan renungkan firman Allah SWT (Surat At-Taubah ayat 20) berikut ini yang artinya: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka lebih tinggi derajatnya di sii Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang menang (dunia akhirat).”

SELAMAT TAHUN BARU ISLAM 1431 HIJRIAH


sumber:
http://www.antaranews.com/berita/1257084649/mahasiswa-indonesia-di-belanda-tolak-kunjungan-bem

Den Haag (ANTARA News) - Beberapa pelajar Indonesia di Belanda menolak secara tegas kedatangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Indonesia ke Belanda, dengan alasan studi banding.

Menurut salah seorang mahasiswa Indonesia di Belanda, Yusrizal Abubakar, Minggu, agenda studi banding yang rencananya akan dilakukan BEM se Indonesia ini, merupakan penghamburan pos APBN Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Indonesia.




"Agenda studi banding yang diadakan oleh Dikti dengan beneficiaris BEM sudah tercacat sejak awal, dan menunjukkan pola-pola studi banding terdahulu, yang selalu berkarakterkan, penghamburan dana APBN, ketidakjelasan agenda program, agenda penuh dengan jalan-jalan, dan karakter lainnya yang tidak mencerminkan rasa keadilan di tengah bencana di negeri Indonesia," kata mahasiswa Maastrich ini.

Lebih lanjut, mahasiswa asal Aceh ini mengatakan, upaya studi banding tersebut, dinilai salah satu bentuk pembungkaman suara mahasiswa Indonesia secara sistematik, dan terselubung dengan dalih untuk memberikan reward (penghargaan).

Menurutnya, bentuk model pembungkaman tersebut, akan menghilangkan pengawasan dari elemen mahasiswa, dan memberikan preseden buruk terhadap independensi mahasiswa di Indonesia.

"Apabila model kegiatan ini sudah terbentuk dan terpelihara, maka tidak akan ada lagi kepemimpinan mahasiswa yang progresif ke depan," tegasnya dan menambahkan bahwa program BEM berupa kunjungan ke luar negeri, biasanya bekerjasama dengan sejumlah mahasiswa independen lainnya melalui program Young Leadership Award, International Medical Student Ascociation.

Program ini, dinilai memiliki agenda dan platform kunjungan yang jelas, pengadaan dana bersifat sukarela, didanai fakultas alias kompetisi pendanaan melalui beasiswa kompetitif.

Sementara itu, mahasiswa lainnya, Henky Wijaya juga menyatakan ketegasannya menolak kunjungan studi banding para mahasiswa Indonesia dari berbagai perguruan tinggi, yang tergabung dalam BEM tersebut. Menurut dia, dana yang studi banding yang dilakukan BEM itu, tidak bernilai positif, terutama bila pesertanya tidak memiliki kapasitas dan rencana aksi yang jelas tentang hasil kunjungan mereka.

"Pada saat ini, Indonesia masih mengalami kekurangan diberbagai bidang. Dana untuk kunjungan studi banding BEM diperkirakan, mencapai sekitar setengah miliar rupiah untuk membiayai kunjungan 27 mahasiswa ini, dan saya kira dana yang berjumlah sekian itu, memiliki nilai manfaat yang lebih besar, bila digunakan untuk keperluan lain di bidang pendidikan, termasuk pemberian beasiswa untuk siswa tidak mampu," jelasnya.

Perihal penggunaan dana tersebut, lanjut mahasiswa The International Institute of Social Studies (ISS), Den Haag ini, memerlukan suatu pertanggungjawaban yang jelas, tidak hanya sekedar pertanggungjawaban secara akuntansi (bukti fisik), tetapi juga pertanggungjawaban moral atas kepatutan penggunaannya.

Berdasarkan surat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tentang studi banding BEM, yang dikirimkan ke Kedubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda, tertanggal 30 September 2009, studi banding BEM ini, akan dilakukan pada 24 hingga 30 Oktober 2009, namun karena alasan visa dan bencana alam di Sumatera, kegiatan ini rencananya akan dilakukan pada 9 - 15 November 2009.

Rombongan yang akan mengikuti studi banding ini, terdiri dari 27 mahasiswa (pimpinan BEM perguruan tinggi), satu orang pendamping dari Pimpinan Perguruan Tinggi bidang kemahasiswaan, dan dua orang dari Direktorat Jenderal Penddikan Tinggi.

Selama di Belanda, mereka akan melakukan studi banding ke Wageningen University and Research Centre dan Radboud University, Nijmengen, University of Twente, University of Groningen, dan kunjungan wisata di Den Haag sebelum kembali ke tanah air.

Topik bahasan terkait study banding tersebut, berkisar tentang kehidupan mahasiswa di Belanda, kepemimpinan dan organisasi kemahasiswaan, minat dan bakat, kesejahteraan dan kewirausahawan mahasiswa, dan pengembangan kompetensi untuk penguatan daya saing bangsa.(*)

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG JAKARTA PUSAT-UTARA
KOMISARIAT UNIV. PERSADA INDONESIA YAI
Sekretariat: Jl. Cilsari No. 17 Jakarta Pusat
Kontak person: 0219152 9156 http://www.hmiyai.co.cc
-------------------------------------------------------------------

PRESS RELEASE
4 JUNI 2009

TAWURAN YAI VS UKI

Tawuran antara mahasiswa YAI dengan UKI kembali terjadi hari ini (4 Juni 2009). Tawuran kini bukan kali pertama antara kedua belah puhak. Biasanya tawuran disulut karena masalah-masalah yang sepele.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat YAI mengutuk tawuran antara YAI vs UKI karena tidak sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan menodai citra kampus sebagai laboratorium pemikiran.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat YAI menegaskan bahwa tidak ada seorang pun kader HMI YAI yang terlibat pada tawuran tersebut

Untuk itu kamiHimpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat YAI Cabang Jakarta Pusat-Utara menghimbau kepada pihak-pihak terkait mengenai hal tersebut, antara lain:

1. Mahasiswa YAI harus menghindari terlibat Aksi Tawuran tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Pihak Rektorat YAI segera melakukan koordinasi dengan KEPOLISIAN untuk melakukan pengamanan ekstra di sekitar kampus.
3. Pihak Rektorat YAI melakukan KOMUNIKASI POSITIF dengan Pihak Rektorat UKI.
4. Pihak Rektorat YAI harus tegas terhadap semua pihak yang terkait memicu tawuran dan berani mengklarifikasi kondisi objektif di lapangan


ttd,

IMAM MAHMUDI
____________
KETUA UMUM

Neoliberalisme tiba-tiba saja mencuat menjadi wacana hangat di tengah-tengah masyarakat. Pemicunya adalah munculnya nama Boediono sebagai calon wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden yang akan datang. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut, Boediono adalah seorang ekonom yang menganut paham ekonomi neoliberal, sebab itu ia sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.

Tulisan ini tidak bermaksud mengupas Boediono atau paham ekonomi yang dianutnya. Tujuan tulisan ini adalah untuk menguraikan pengertian, asal mula, dan perkembangan neoliberalisme secara singkat. Saya berharap, dengan memahami neoliberalisme secara benar, silang pendapat yang berkaitan dengan paham ekonomi ini dapat dihindarkan dari debat kusir. Sebaliknya, para ekonom yang jelas-jelas mengimani neoliberalisme, tidak secara mentah-mentah pula mengelak bahwa dirinya bukanlah seorang neoliberalis.


Sesuai dengan namannya, neoliberalisme adalah bentuk baru dari paham ekonomi pasar liberal. Sebagai salah satu varian dari kapitalisme, yaitu yang terdiri dari merkantilisme, liberalisme, keynesianisme, neoliberalisme, dan neokeynesianisme, neoliberalisme adalah sebuah upaya untuk mengoreksi kelemahan yang terdapat dalam liberalisme.

Sebagaimana diketahui, dalam paham ekonomi pasar liberal, pasar diyakini memiliki kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Karena pasar dapat mengurus dirinya sendiri, maka campur tangan negara dalam mengurus perekonomian tidak diperlukan sama sekali.

Tetapi setelah perekonomian dunia terjerumus ke dalam depresi besar pada tahun 1930-an, kepercayaan terhadap paham ekonomi pasar liberal merosot secara drastis. Pasar ternyata tidak hanya tidak mampu mengurus dirinya sendiri, tetapi dapat menjadi sumber malapetaka bagi kemanusiaan. Depresi besar 1930-an tidak hanya ditandai oleh terjadinya kebangkrutan dan pengangguran massal, tetapi bermuara pada terjadinya Perang Dunia II.

Menyadari kelemahan ekonomi pasar liberal tersebut, pada September 1932, sejumlah ekonom Jerman yang dimotori oleh Rustow dan Eucken, mengusulkan dilakukannya perbaikan terhadap paham ekonomi pasar, yaitu dengan memperkuat peranan negara sebagai pembuat peraturan. Dalam perkembangannya, gagasan Rostow dan Eucken diboyong ke Chicago dan dikembangkan lebih lanjut oleh Ropke dan Simon.

Sebagaimana dikemas dalam paket kebijakan ekonomi ordoliberalisme, inti kebijakan ekonomi pasar neoliberal adalah sebagai berikut: (1) tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar; (2) kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan (3) pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961).

Tetapi dalam konferensi moneter dan keuangan internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Bretton Woods, Amerika Serikat (AS), pada 1944, yang diselenggarakan untuk mencari solusi terhadap kerentanan perekonomian dunia, konsep yang ditawarkan oleh para ekonom neoliberal tersebut tersisih oleh konsep negara kesejahteraan yang digagas oleh John Maynard Keynes.

Sebagaimana diketahui, dalam konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan negara dalam perekonomian tidak dibatasi hanya sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi pula kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal dan moneter, khususnya untuk menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja, dan menjamin stabilitas moneter. Terkait dengan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan dengan tegas mengatakan, “Selama masih ada pengangguran, selama itu pula campur tangan negara dalam perekonomian tetap dibenarkan.”

Namun kedigjayaan keynesianisme tidak bertahan lama. Pada awal 1970-an, menyusul terpilihnya Reagen sebagai presiden AS, dan Tatcher sebagai perdana menteri Inggris, neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum untuk diterapkan secara luas. Di Amerika hal itu ditandai dengan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara besar-besaran, sedang di Inggris ditandai dengan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal.

Selanjutnya, terkait dengan negara-negara sedang berkembang, penerapan neoliberalisme menemukan momentumnya pada akhir 1980-an. Menyusul terjadinya krisis moneter secara luas di negara-negara Amerika Latin, Departemen Keuangan AS, bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington.

Inti paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut adalah sebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.


Di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998 lalu. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah bersama IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan langsung IMF pada 2006, pelaksanaan agenda-agenda tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB, dan USAID.


Menyimak uraian tersebut, secara singkat dapat disimpulkan, sebagai bentuk baru liberalisme, neoliberalisme pada dasarnya tetap sangat memuliakan mekanisme pasar. Campur tangan negara, walau pun diakui diperlukan, harus dibatasi sebagai pembuat peraturan dan sebagai pengaman bekerjanya mekanisme pasar. Karena ilmu ekonomi yang diajarkan pada hampir semua fakultas ekonomi di Indonesia dibangun di atas kerangka kapitalisme, maka sesungguhnya sulit dielakkan bila 99,9 persen ekonom Indonesia memiliki kecenderungan untuk menjadi penganut neoliberalisme. Wallahu a’lam bishawab.